Pendidikan Indonesia selalu
gembar-gembor tentang kurikulum baru...yang katanya lebih oke lah,
lebih tepat sasaran, lebih kebarat-baratan...atau apapun. Yang jelas,
menteri pendidikan berusaha eksis dengan mengujicobakan formula
pendidikan baru dengan mengubah kurikulum.
Di balik perubahan
kurikulum yang terus-menerus, yang kadang kita gak ngeh apa maksudnya,
ada elemen yang benar-benar terlupakan...Yaitu guru! Ya, guru di
Indonesia hanya 60% yang layak mengajar...sisanya, masih perlu
pembenahan. Kenapa hal itu terjadi? Tak lain tak bukan karena kurang
pelatihan skill, kurangnya pembinaan terhadap kurikulum baru, dan
kurangnya gaji. Masih banyak guru honorer yang kembang kempis ngurusin
asap dapur rumahnya agar terus menyala.
Apa sih hakikat pendidikan? Apakah tujuan yang hendak dicapai oleh institusi pendidikan?
Agak
miris lihat kondisi saat ini. Institusi pendidikan tidak ubahnya seperi
pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming :
lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar, dsb. Apa
yang bisa diharapkan dari pendidikan kering idealisme seperti itu. Ki
hajar dewantoro mungkin bakal menangis lihat kondisi pendidikan saat
ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa (seperti yang
masih tertulis di UUD 43, bah!), tapi lebih mirip mesin usang yang
mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya.
Pendidikan
lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat ini. Bukan
lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena pola
pikir "buruh" lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak murid.
Dan semuanya hanya demi satu kata : IJAZAH! ya, ijazah, ijazah, ijazah
yang diperlukan untuk mencari pekerjaan. Sangat minim idealisme untuk
mengubah kondisi bangsa yang morat-marit ini, sangat minim untuk
mengajarkan filosofi kehidupan, dan sangat minim pula dalam mengajarkan
moral.
Senin, 23 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar